Jika hidup, tapi tanpa tayangan sepakbola
Sudah hampir satu bulan persepakbolaan di Indonesia vakum untuk sementara waktu karena wabah Covid 19. Ada yang hilang, ya jelas ada banyak hal yang akan ikut terdampak dari kebijakan yang dikeluarkan oleh PSSI ini. Selain pelaku industri sepakbola itu sendiri seperti pemain, staf kepelatihan, wasit, manajemen klub, ada juga stakeholder-stakeholder lain yang sangat merasakan kehilangan. Pedagang asongan dan tukang parkir di stadion misalnya, mereka mau tidak mau sementara waktu juga akan merasakan kehilangan mata pencaharian. Sebegitu besarnya dampak wabah Covid 19 ini terhadap perekonomian di dunia sepakbola. Bahkan ada kebijakan dari beberapa klub untuk memotong gaji pemain dan karyawannya.
Lalu, bagaimana dengan para penonton? Sudah merasa terbiasa atau malah semakin membosankan? Atau bahkan, kerinduan ini sudah mencapai level yang sudah tidak bisa untuk ditawar lagi? Kita merindukan hal yang sama, Sepakbola. Terlebih lagi bagi Sleman Fans, konflik yang terjadi antara Management Klub dengan kelompok suporter di awal kompetisi memaksa beberapa kelompok Sleman Fans memboikot 3 laga awal PSS Sleman, yang artinya kita belum menyaksikan kembali PSS Sleman berlaga secara langsung sejak diakhirinya kompetisi tahun 2019 lalu.
Pasien positif Covid 19 di Indonesia sampai dengan 9 April 2020 ini telah mencapai 3.293 pasien, data ini terus meningkat dari hari ke hari. Penundaan sementara semua kompetisi di Indonesia adalah langkah yang sangat tepat untuk memutus penyebaran virus ini, karena tidak ada satu pertandingan pun yang harganya sebanding dengan keselamatan dan nyawa manusia.
Berikut ini saya tampilkan videografi dari salah satu kelompok Suporter Brigata Curva Sud (BCS) untuk mengobati segala kerinduan kita. Dan semoga bumi lekas membaik dan suara lantang ini segera terdengar kembali dari tribun.
Komentar
Posting Komentar