CARUT MARUT KENDARAAN KOTA JOGJA
Macet, bau asap,
klakson, panas... Itulah yang beberapa tahun terakhir ini saya alami di kota
teristimewa, Yogyakarta. Berbeda halnya pada 12 tahun lalu ketika saya baru
pertama kali pindah di kota ini. Keadaan kota yang nyaman, segar, dan ramah ini
kini mulai berubah 180 derajat. Pertambahan penduduk dari tahun ke tahun juga
berdampak pada bertambahnya jumlah kendaraan yang berlalu lalang di jalanan
kota Jogja. Apalagi kini di Jogja semakin banyak bermunculan
Universitas-universitas baru yang juga memaksa semakin banyak jumlah pendatang
di kota ini.

Jalan Kaliurang, jalan
Magelang, jalan Godean bahkan sampai ring road pun tak luput dari kemacetan.
Apa Jogja mau nyusul Jakarta?? Dulu jarak dari rumah ke kampus UGM sekitar 10
tahun lalu bisa ditempuh dengan waktu 15 menit, sekarang saya membuthkan waktu
tak kurang dari 20 menit untuk mencapai daerah UGM. Bisa dibayangkan gak 50
tahun yang akan datang akan memakan waktu berapa lama untuk mencapai daerah
UGM? Apalagi diwaktu-waktu efektif, ketika pagi atau sore hari misalnya, diwktu
banyak pegawai berangkat/pulang kantor dan pelajar melaksanakan kewajibannya.

Salah sapa bro semua
ini?? Masyarakat Jogja? Pemerintah? Atau pendatang? Tidak sepatutnya saya
mencari sapa yang bersalah disini. Mari kita mulai dari diri kita sendiri dalam
menangani carut marut kendaraan di kota kita tercinta. Tentunya kita tidak mau
Jogjakarta menjadi Jakarta ke 2.
Untuk menangani kemacetan di Jogja, beberapa
komunitas pun sering mengadakan kegiatan Fun Bike, Jogja Last Friday (JLF).
Pemerintah pun sudah lama mengkampanyekan "sego segawe" sepeda kanggo
sekolah lan nyambut gawe, pembangunan jalan layang, dll. Itu semata untuk
mengurangi dampak kemacetan yang telah terjadi di kota Jogja. Mari kita
ciptakan kota yang ramah dan bersahaja hanya di Yogyakarta. Karena Yogyakarta
(masih) Berhati Nyaman. 86,,
Komentar
Posting Komentar